Haram Halal ?
Bahan saat teduhku hari ini bercerita tentang sesuatu yang luar biasa yang aku rasa perlu untuk dibagikan. Banyak orang mencari segala macam cara untuk mendapatkan kebahagiaan yang sejati, banyak orang berusaha berbuat baik demi mengejar sesuatu yang disebut "saleh" agar mengalami keselamatan setelah meninggal nanti yaitu tinggal di surga dengan penuh kebahagiaan.
Saya mengutip sebuah cerita dari renungan saya pagi ini yang bercerita demikian:
Seorang musafir masuk ke sebuah kedai di pinggir jalan. Ia pun bertanya kepada pemilik kedai, masakan apa yang tersedia di kedai itu. Sang pemilik kedai pun menjawab: "Kami menyediakan berbagai menu dari daging babi." Maka kata musafir itu: "Wah, sayang sekali, itu makanan haram. Saya tak mungkin memakannya." "Tapi kami membubuhkan vetsin berlogo halal pada setiap masakan kami," seru si pemilik kedai. "Baiklah kalau begitu! Berarti masakan Anda halal! Saya pesan dua porsi!"
Cerita fiktif ini menyadarkan kita, bahwa sering kali kita sebagai manusia berpikir bahwa dengan perbuatan baik kita, kita dapat membenarkan diri kita dari dosa-dosa yang telah kita perbuat. Dengan semakin banyak berbuat baik maka dosa-dosa dan kesalahan kita bisa dihapuskan sama halnya seperti membubuhkan vetsin tadi pada makanan yang haram bagi musafir tadi. Kita seakan tak sadar sedang berusaha membodohi diri kita sendiri.
Sebagai pengikut Kristus, tak jarang kita merasa diri baik, saleh, rohani dan layak masuk surga karena telah rajin ke Gereja, memberikan persembahan yang banyak, terlibat pelayanan, berjasa bagi gereja, membantu orang banyak, dan sebagainya. Padahal, membubuhkan kebaikan untuk menghapus dosa jelas tidak mungkin mengubahnya menjadi kebaikan. Dosa tetaplah dosa. Bahkan dikatakan,setiap kebaikan yang lahir dari dosa tetaplah dosa adanya. Yesaya 64: 6 mengatakan bahwa kesalehan kita di mata Tuhan tak ubahnya seperti kain kotor di hadapan Tuhan.
Pembacaan dalam Roma 7:13-26 bercerita tentang bagaimana frustasinya dia ketika mencoba menyelamatkan dirinya dalam kebaikan. Katanya,"Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?" Tubuh kita sebagai manusia bersifat daging, jika kita mengikuti keinginan daging kita, kita akan terus menerus diseret ke dalam dosa. Karena dosa itu begitu nikmat untuk tubuh kedagingan kita. Bagaimana mengubah kehidupan yang haram menjadi halal? Bukan dengan menambahkan kebaikan, tetapi dengan hidup dalam kasih karunia Tuhan.
Kita tahu, bahwa Tuhan yang Maha Kuasa yang penuh dengan kasih yang luar biasa telah turun ke dalam dunia mengambil rupa seorang manusia untuk mengalahkan maut dan membebaskan kita dari kuasa dosa agar kita beroleh kehidupan yang kekal bersamanya.
Hiduplah dengan iman akan Kristus, yang telah memerdekakan kita. Amin
Saya mengutip sebuah cerita dari renungan saya pagi ini yang bercerita demikian:
Seorang musafir masuk ke sebuah kedai di pinggir jalan. Ia pun bertanya kepada pemilik kedai, masakan apa yang tersedia di kedai itu. Sang pemilik kedai pun menjawab: "Kami menyediakan berbagai menu dari daging babi." Maka kata musafir itu: "Wah, sayang sekali, itu makanan haram. Saya tak mungkin memakannya." "Tapi kami membubuhkan vetsin berlogo halal pada setiap masakan kami," seru si pemilik kedai. "Baiklah kalau begitu! Berarti masakan Anda halal! Saya pesan dua porsi!"
Cerita fiktif ini menyadarkan kita, bahwa sering kali kita sebagai manusia berpikir bahwa dengan perbuatan baik kita, kita dapat membenarkan diri kita dari dosa-dosa yang telah kita perbuat. Dengan semakin banyak berbuat baik maka dosa-dosa dan kesalahan kita bisa dihapuskan sama halnya seperti membubuhkan vetsin tadi pada makanan yang haram bagi musafir tadi. Kita seakan tak sadar sedang berusaha membodohi diri kita sendiri.
Sebagai pengikut Kristus, tak jarang kita merasa diri baik, saleh, rohani dan layak masuk surga karena telah rajin ke Gereja, memberikan persembahan yang banyak, terlibat pelayanan, berjasa bagi gereja, membantu orang banyak, dan sebagainya. Padahal, membubuhkan kebaikan untuk menghapus dosa jelas tidak mungkin mengubahnya menjadi kebaikan. Dosa tetaplah dosa. Bahkan dikatakan,setiap kebaikan yang lahir dari dosa tetaplah dosa adanya. Yesaya 64: 6 mengatakan bahwa kesalehan kita di mata Tuhan tak ubahnya seperti kain kotor di hadapan Tuhan.
Pembacaan dalam Roma 7:13-26 bercerita tentang bagaimana frustasinya dia ketika mencoba menyelamatkan dirinya dalam kebaikan. Katanya,"Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?" Tubuh kita sebagai manusia bersifat daging, jika kita mengikuti keinginan daging kita, kita akan terus menerus diseret ke dalam dosa. Karena dosa itu begitu nikmat untuk tubuh kedagingan kita. Bagaimana mengubah kehidupan yang haram menjadi halal? Bukan dengan menambahkan kebaikan, tetapi dengan hidup dalam kasih karunia Tuhan.
Kita tahu, bahwa Tuhan yang Maha Kuasa yang penuh dengan kasih yang luar biasa telah turun ke dalam dunia mengambil rupa seorang manusia untuk mengalahkan maut dan membebaskan kita dari kuasa dosa agar kita beroleh kehidupan yang kekal bersamanya.
Hiduplah dengan iman akan Kristus, yang telah memerdekakan kita. Amin
Komentar
Posting Komentar